Budaya
Beranda » Akademisi STAH Mpu Kuturan Dorong Perda Inisiatif Untuk Pasraman Formal

Akademisi STAH Mpu Kuturan Dorong Perda Inisiatif Untuk Pasraman Formal

Akademisi STAH Mpu Kuturan, Singaraja Dr. I Made Bagus Bagus Andi Purnomo, S.Pd.,M.Pd memberikan pemaparan terkait upaya adanya Perda Inisiatif Untuk Pasraman Formal

Denpasar – Sejak sembilan tahun lalu setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu, umat Hindu di Indonesia memiliki angin segar untuk membentuk pasraman formal. Namun pembentukan Lembaga Pendidikan Formal Keagamaan ini belum berjalan optimal.

Minimnya dukungan dari umat Hindu dan para elit Hindu diberbagai instansi dan lembaga menjadi persoalan klasik untuk membangun branding pasraman formal menjadi Lembaga Pendidikan berbasis karakter dan unggul dikemudian hari.

Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Dr. I Made Bagus Bagus Andi Purnomo, S.Pd.,M.Pd disela pemamaparan hasil Disertasi  “Dinamika Pengembangan Pasraman Formal di Kabupaten Buleleng” pada Jumat (17/3) di Kampus Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar mendorong dan menyarankan  kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten dan provinsi untuk memberikan dukungan.

Untuk itu  keberadaan pasraman formal dengan cara membuat regulasi berupa peraturan daerah yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam upaya mendukung keberadaan pasraman formal.

“Terpenting pula adalah rekomendasi saya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng agar memperhatikan keberadaan pasraman formal dengan tindakan nyata berupa pembuatan peraturan daerah inisiatif dewan yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam upaya mendukung keberadaan pasraman formal,” ujar Bagus Purnomo

Gubernur Koster Tegas Bali Tak Butuh Ormas Preman, Keamanan Ditangani Negara dan Desa Adat

Lebih jauh dalam hasil risetnya menguraikan  eksistensi pasraman formal merujuk pada regulasi Peraturan Menteri Agama (PMA) 56/2014 dan PMA 10/2020 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu yang  awalnya disambut baik oleh masyarakat Hindu di Indonesia, terkhusus di Bali. Namun hingga kini belum menunjukkan progress yang postif dan cenderung memproleh hambatan-hambatan di kalangan internal khususnya di Kabupaten Buleleng.

“Masalah yang dijumpai di lapangan diantaranya pasraman formal  dipersepsikan sebagai lembaga nonformal semata, keterbatasan jumlah pasraman formal, lemahnya dukungan dari masyarakat, dan kalangan elite. Kemudian, konteks daya adaptasi pasraman formal terhadap kurikulum, desa adat, dan masyarakat Hindu,” ujar Doktor pendidikan Agama Hindu asal Umajero, Buleleng ini.

Hal lainnya menjadi persoalan krusial yakni disintegrasi pasraman formal pada struktur lembaga adat, sistem dapodik, masyarakat, dan asosiosi guru agama Hindu, dan generalisasi nilai pasraman formal di tengah-tengah masyarakat.

Ia menyoroti  dari delapan standar pendidikan, kastanisasi pendidikan, kendala manajemen, dan lemahnya branding di masyarakat menjadi catatan pending dalam realitas pasraman formal di Buleleng.

Selanjutnya, proses dinamika terkait pengembangan pasraman formal terjadi pada proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan  pengarahan serta pengawasan mulai dari Ditjen Bimas Hindu, Kanwil Kemenag Bali, Kemenag Buleleng, dan Pasraman Formal jenjang dasar dan menengah, mulai dari Pratama Widya Pasraman (PWP), Adi Widya Pasraman (AWP), Madyama Widya Pasraman (MWP), dan Utama Widya Pasraman (UWP).

Ketua DPRD Tabanan Tegaskan Tolak Kehadiran Ormas Baru dari Luar Daerah

“Dinamika pengembangan pasraman formal berimplikasi kepada sisya (siswa) pasraman formal itu sendiri, baik yang mendukung dan menghambat pengembangan siswa, kepada masyarakat, implikasi positif dan negatif terhadap masyarakat; dan implikasi pada pendidikan keagamaan Hindu terkait pendukung pengembangan pendidikan keagamaan Hindu dan penghambat pengembangan pendidikan keagamaan Hindu,” ujar dia.

Pria yang juga sebagai Ketua Yayasan Mertajati Widya Mandala, pendiri dari Madyama Widya Pasraman (MWP) Jnana Dharma Sastra di Desa Umejero tersebut juga menerangkan bahwa salah satu poin penting dalam penelitian adalah beberapa rekomendasi terkait pengembangan pasraman formal di Nusantara, dengan berpijak/memotret kondisi yang ada di Kabupaten Buleleng.

“Rekomentasi akan saya sampaikan secara tertulis nanti kepada berbagai stakeholder yang terlibat terkait pengembangan pasraman formal mulai dari Ditjen Bimas Hindu hingga masyarakat di ‘akar rumput’,” tegas Purnomo yang memporel predikat cumlaude dalam ujian promosi doktornya tersebut.

Terkait aspek sosiologis, pihaknya berharap masyarakat Hindu di Kabupaten Buleleng dan di Indonesia pada umumnya agar memberikan dukungan nyata kepada lembaga-lembaga pasraman formal yang ada berupa dukungan moril dan materiil sehingga pasraman formal yang notabene lahir dan beroperasi dari masyarakat melalui yayasan dapat berkembang secara signifikan.

Kepada prajuru desa adat di Kabupaten Buleleng ia dorong  memberikan dukungan baik moril dan materiil terhadap keberadaan pasraman formal sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali. (*)

Panen Raya Subak Aseman, Semangat Kebertahanan Petani di Lumbung Padi Bali

Berita Populer

#1

Liburan Usai, 37 Ribu Lebih Turis Tinggalkan Bali

#2

Tahun Ini DTW Tanah Lot Targetkan Pemasukan Hingga Rp 58 Miliar

#3

Fraksi PDI Perjuangan Kawal Tenaga Non-ASN Pemkab Tabanan yang Tidak Lolos P3K

#4

Diduga Terpeleset, Seorang Pria Ditemukan Meninggal di Tukad Beji Candraaditya

#5

Bule Wanita Kena Begal Di Bali, Lapor Polisi Malah Diminta Bayaran Rp 200 Ribu.

Follow Us

     

Bagikan