Peristiwa
Beranda » WALHI Bali Kritik Penyusunan Naskah Akademik Reklamasi Pesisir, Sebut Bali Contoh Kerusakan Lingkungan

WALHI Bali Kritik Penyusunan Naskah Akademik Reklamasi Pesisir, Sebut Bali Contoh Kerusakan Lingkungan

Direktur WALHI Bali Made Krisna Dinata menyampaikan keberatan terhadap proses diskusi dan penyusunan naskah akademik pengelolaan reklamasi pesisir yang digelar oleh Perkumpulan Ahli Rekayasa Pantai Indonesia (PARPI). (ist)

Badung – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali menyampaikan keberatan serius terhadap proses diskusi dan penyusunan Naskah Akademik Pengelolaan Reklamasi Pesisir yang digelar oleh Perkumpulan Ahli Rekayasa Pantai Indonesia (PARPI), Senin (29/12) di Meeting Room Akmani Hotel Legian, Kuta, Kabupaten Badung.

Direktur WALHI Bali Made Krisna Dinata menilai proses penyusunan naskah akademik tersebut berpotensi mengabaikan pengalaman empirik Bali yang selama lebih dari dua dekade menjadi lokasi berbagai proyek reklamasi pesisir.

Diskusi yang dihadiri perwakilan instansi nasional dan provinsi, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil itu digelar dalam dua sesi panel. WALHI Bali hadir bersama I Gusti Made Alit Permana Putra dari Divisi Kaderisasi Pendidikan Frontier Bali.

Pada panel pertama, Krisna yang akrab disapa Krisna Bokis menyampaikan, Bali bukan wilayah asing dengan kebijakan reklamasi. Ia menyebut sejumlah proyek reklamasi yang pernah dan sedang berlangsung, mulai dari Reklamasi Pulau Serangan, rencana Reklamasi Teluk Benoa, reklamasi Pelabuhan Benoa, reklamasi Bandara I Gusti Ngurah Rai, hingga kebijakan tambang pasir laut dalam RZWP3K dan proyek Bali Beach Conservation Project (BBCP).

Menurutnya, seluruh pengalaman tersebut seharusnya menjadi basis empirik dalam menilai kelayakan reklamasi, baik secara ekologis, sosial, maupun etis, sebelum dirumuskan menjadi sebuah regulasi pengelolaan pesisir.

Akhir Tahun, Inflasi Tabanan Terkendali

“Proses penyusunan naskah akademik pengelolaan reklamasi ini tidak menjadikan pengalaman Bali sebagai rujukan utama, sehingga berisiko menghasilkan dokumen yang ahistoris dan mengabaikan kegagalan nyata kebijakan reklamasi di lapangan,” tegas Krisna.

Selain substansi, WALHI Bali juga mengkritik proses diskusi yang dinilai tidak setara dan kurang transparan. Sejumlah dokumen dan bahan diskusi baru dibagikan saat acara telah berlangsung, sehingga peserta tidak memiliki waktu yang memadai untuk mempelajari materi secara utuh.

“Ketika naskah akademik dibahas tanpa kesempatan yang setara untuk memahami materi, maka proses tersebut berpotensi menjadi formalitas, bukan ruang pertukaran pengetahuan yang bermakna,” ujarnya.

Lebih lanjut, WALHI Bali menilai forum tersebut terlalu didominasi perspektif teknis dan rekayasa pantai, tanpa melibatkan masyarakat pesisir, nelayan, desa adat, serta komunitas yang selama ini menjadi pihak terdampak langsung kebijakan reklamasi.

Pada panel kedua, WALHI menegaskan bahwa reklamasi tidak dapat diposisikan sebagai aktivitas netral yang sekadar perlu diatur. Berdasarkan pengalaman di Bali, reklamasi justru kerap menjadi mekanisme perampasan ruang laut dan pesisir, yang menghilangkan akses masyarakat terhadap ruang hidup, ruang tangkap, serta ruang sosial-budaya.

Usaha Ternak Babi Gagal, Kepala LPD Pacung Lakukan Korupsi Rp429 Juta

WALHI menilai upaya penyusunan naskah akademik pengelolaan reklamasi yang nantinya menjadi dasar regulasi berpotensi mengulang kesalahan lama, apabila tidak disertai evaluasi menyeluruh terhadap kegagalan kebijakan reklamasi sebelumnya.

“Bali adalah contoh rusaknya lingkungan pesisir akibat reklamasi,” tegas Krisna Bokis.

Ia menambahkan, penyusunan naskah akademik yang mengabaikan narasi lokal dan pengalaman korban akan berimplikasi serius terhadap legitimasi sosial kebijakan reklamasi di masa depan.

“Naskah akademik yang hanya dibangun dari sudut pandang teknis, tanpa mendengar suara masyarakat terdampak, berpotensi memperpanjang konflik pesisir dan mengulang kembali permasalahan yang sama,” pungkasnya. (Ar/CB.1)

Gubernur Koster Cek Situasi Bandara Ngurah Rai, Tepis Isu Bali Sepi. Meningkat 600 Ribu Orang

Bagikan