Denpasar – Setelah tujuh tahun absen merilis album, unit punk rock asal Denpasar Scared Of Bums (SOB) akhirnya kembali ke permukaan dengan energi baru lewat acara bertajuk “Before It Burns.” Perhelatan ini bukan sekadar pesta musik, tetapi langkah pembuka menuju album terbaru yang telah lama dinantikan oleh skena punk dan alternatif Bali.
Bagi SOB, Before It Burns adalah momen untuk mendengarkan, merayakan, dan menegaskan eksistensi mereka.
“Sudah lama kami tidak bikin acara sendiri, dan orang-orang masih terpaku di dua album terakhir. Sekarang saatnya bergerak maju lagi,” ujar Eka Janantha “Bo-Care,” vokalis sekaligus gitaris band.
Acara ini juga menjadi ruang eksklusif bagi para pendengar untuk menikmati delapan materi baru yang akan menjadi fondasi album keempat SOB.
“Dulu album pertama sempat bocor ke warnet, tapi dari situ banyak orang kenal SOB. Kali ini kami sengaja kasih bocoran lebih dulu, biar yang datang jadi saksi pertama,” ungkap Nova Fuxnbumz sambil tertawa.
Judul Before It Burns memiliki dua lapis makna. Secara literal, burn merujuk pada proses duplikasi audio ke medium fisik atau digital. Secara simbolik, ia berarti “sebelum karya ini benar-benar menyala dan dirilis ke publik.”
“Konsep Pesta Sesi Dengar muncul dari keinginan untuk bikin sesuatu yang lebih intim. Bukan sekadar tampil di panggung, tapi menciptakan ruang yang dekat, ngobrol, ngerokok, dan mendengarkan bareng,” jelas Arx Bums (bass/vokal).
Dari delapan lagu baru yang diperkenalkan, SOB tetap setia pada identitasnya sebagai band punk yang keras, jujur, dan membara. Namun kali ini, pendekatannya lebih personal dan reflektif.
“Tema besar album ini tetap tentang amarah, tapi bukan marah yang kosong. Ada kecewa, ada sedih, dan semua itu jadi bahan bakar untuk terus jalan,” kata Eka Paramatha “Poglak” (gitar).
Secara musikal, SOB terdengar lebih dinamis tanpa kehilangan karakter khasnya. “Kami ubah beberapa nada dasar, menambah referensi baru, tapi tetap menjaga beat dan rasa yang khas SOB,” tambah Nova.
Dalam proses kreatifnya, SOB berkolaborasi dengan Utha Kusuma Widhiana sebagai music director di beberapa lagu. “Utha bantu kami melihat SOB dari sisi yang lebih segar,” kata Bo-Care.
Kolaborasi juga melibatkan Man Angga dan Guna Kupit (Nostress) yang turut membantu proses kurasi lirik dan melodi di salah satu lagu. “Setiap album SOB lahir dari benturan. Kami sering berdebat, tapi itu bagian dari perjalanan,” ujar Arx. “Dari situ justru muncul kehangatan lagi. Kami sadar, SOB bukan cuma band. Ini keluarga.”
Meski telah berkarier lebih dari 15 tahun, Scared Of Bums tetap teguh pada semangat punk DIY (Do It Yourself) yang membesarkan mereka. “Kami masih urus semua sendiri. Dari konsep, teknis, sampai produksi, dibantu tim yang sudah seperti saudara,” tutur Bo-Care.
Dalam Before It Burns, SOB menggandeng ALUHSUN dan Rock The Beat Music Studio sebagai tim produksi utama, dengan dukungan teknis dari Harmonic Labs dan Telaga Swara. Dokumentasi acara dipercayakan kepada Soca Creative, sementara dukungan komunitas datang dari Go Ahead Music, Berbagi Kopi, Sloji, dan Cheapy Eyewear.
“Kolaborasi lintas komunitas penting sekali. Apalagi di Bali, semua tumbuh dari kultur kebersamaan. Itu yang membuat energi skena tetap hidup,” ujar Nova.
SOB kini menyuarakan keresahan sosial dengan nada yang lebih matang tanpa kehilangan taji. “Identitas punk kami tidak hilang, tapi sekarang kami menyampaikannya dengan cara yang lebih jujur dan personal,” kata Poglak. “Before It Burns adalah ajakan untuk berani berubah tanpa takut kehilangan jati diri,” ujar Arx.
Perayaan ini menjadi simbol keberanian dan kebersamaan antara SOB, komunitas musik Bali, dan para pendengar yang tumbuh bersama mereka selama hampir dua dekade. “Acara ini buat semua yang masih berjuang mulai lagi dari awal. Kami masih di sini, masih berapi-api, dan masih punya banyak hal untuk diteriakkan,” tutup Bo-Care.
Setelah acara ini, SOB akan melanjutkan proses menuju album penuh keempat. Rilisan akan diawali dengan single baru dalam waktu dekat. (Ar/CB.1)



