Denpasar – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali mengungkap praktik pengoplosan elpiji di wilayah Kuta Utara, Badung. Seorang pria bernama Simplisius Anggul alias Simin, 39 tahun ditangkap bersama puluhan tabung gas berbagai ukuran.
Wadir Reskrimsus Polda Bali AKBP I Nengah Sadiarta, didampingi Kasubdit IV Kompol Yusak Agustinus Sooai, menjelaskan pelaku telah menjalankan aksinya sejak 2023. Dari kegiatan itu, Simplisius memperoleh keuntungan sekitar Rp10 juta per bulan.
“Dari hasil penyelidikan, pelaku membeli gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram di warung-warung, kemudian memindahkannya ke tabung ukuran 12 kilogram untuk dijual kembali,” ujar Sadiarta, Rabu (27/8).
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait kelangkaan elpiji di Denpasar dan Badung. Polisi menelusuri informasi itu dan menemukan aktivitas mencurigakan di Jalan Seminari I, Desa Dalung, Kuta Utara. Saat dipantau, pelaku terlihat berulang kali membawa tabung gas 3 kilogram.
“Setelah ditelusuri, ternyata pelaku melakukan pengoplosan di rumahnya yang lokasinya agak masuk sehingga tidak mencurigakan warga,” jelas Sadiarta.
Pelaku asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang tinggal di Desa Tibubeneng, Kuta Utara, membeli tabung gas melon seharga Rp23 ribu per buah. Dalam sehari ia bisa membeli 20 hingga 50 tabung untuk dioplos ke tabung 12 kilogram. Gas oplosan itu dijual Rp175 ribu per tabung di sekitar Kuta Utara.
Hasil kejahatan tersebut bahkan digunakan untuk membeli satu unit mobil Suzuki Carry pick up berwarna putih berpelat DK 8401 AF.
“Apakah mobil itu dibeli tunai atau kredit, masih kami dalami,” kata Sadiarta.
Dari lokasi kejadian, polisi mengamankan 82 tabung gas 3 kilogram, 12 tabung gas 12 kilogram berisi oplosan, 2 tabung kosong ukuran 12 kilogram, serta berbagai peralatan pengoplosan.
Atas perbuatannya, Simplisius dijerat Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam Pasal 40 angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar. Saat ini kami masih melakukan pengembangan kasus,” tegas Sadiarta. (An/CB.3)