Denpasar – Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) Bali memastikan bahwa anggotanya tidak terlibat dalam insiden kecelakaan minibus yang membawa rombongan wisatawan asal China di Banjar Dinas Prabakula, Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng, pada Jumat (14/11) sekitar Pukul 04.30 WITA.
Kecelakaan tragis itu terjadi ketika sebuah Toyota Hiace yang mengangkut 13 wisatawan China hilang kendali dan jatuh ke jurang. Lima orang dinyatakan meninggal dunia, sementara delapan lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa ini kembali memunculkan sorotan terhadap tata kelola layanan perjalanan wisata di Bali, terutama yang melibatkan agen tidak resmi.
Ketua ASITA Bali, Putu Winastra, menyampaikan keprihatinan sekaligus penegasan bahwa tidak ada satu pun anggota ASITA yang menghandle perjalanan wisatawan tersebut.
“Faktanya, kecelakaan itu terjadi bukan dihandle oleh driver atau travel agent yang resmi. Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk meninjau ulang tata kelola industri pariwisata, khususnya travel agent,” tegasnya.
Winastra menilai, insiden ini harus menjadi momentum untuk memperketat regulasi. Ia menekankan bahwa travel agent luar Bali dan luar negeri wajib bekerja sama dengan travel agent lokal yang memiliki izin resmi. Bahkan, platform online yang menjual paket wisata sekalipun tetap harus menggandeng agen lokal dalam operasionalnya.
“Kami meminta agar travel agent anggota ASITA dijadikan partner resmi. Karena saat terjadi sesuatu, nama travel agent lokal yang ikut tercoreng,” ujarnya yang juga menjabat sebagai Konsulat Kehormatan Kazakhstan di Bali.
ASITA Bali mendorong agar ketentuan mengenai kewajiban kerja sama tersebut dimasukkan dalam penyusunan Peraturan Daerah (Perda) baru. Mereka memastikan, melalui inspeksi Komite Tiongkok ASITA Bali, bahwa agen perjalanan yang mengatur rombongan wisatawan China dalam kecelakaan itu bukan bagian dari ASITA.
Mengacu pada keterangan kepolisian, ASITA menggunakan temuan ini sebagai dasar untuk mendesak pemerintah mempertegas aturan bahwa tour operator atau travel agent luar negeri wajib berpartner dengan travel agent lokal berizin dan terdaftar sebagai anggota asosiasi.
Winastra menambahkan, masih banyak oknum travel agent ilegal yang beroperasi tanpa izin dan melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standarisasi Kepariwisataan Bali.
“Kami mendorong pemerintah agar dalam penyusunan ranperda maupun keputusan perda nantinya, pihak-pihak ilegal dan online diwajibkan mengurus perizinan dan masuk sebagai anggota asosiasi ASITA,” tegasnya.
ASITA Bali menyayangkan keberadaan oknum-oknum yang beroperasi tanpa mengikuti prosedur dan akhirnya merusak nama baik pariwisata Bali. Mereka berharap pemerintah bergerak cepat menyelesaikan persoalan travel agent ilegal guna menghindari terulangnya kejadian serupa. (An/CB.3)



