Peristiwa
Beranda » Kesaksian di Ruang Cakra: Mengurai Malam Penembakan WNA Australia di Bali

Kesaksian di Ruang Cakra: Mengurai Malam Penembakan WNA Australia di Bali

Sidang lanjutan kasus penembakan WNA Australia di PN Dnepasar. (ist)

Denpasar – Ruang Cakra Pengadilan Negeri Denpasar terasa hening pada Senin, (3/11) siang. Di balik meja panjang yang dipenuhi berkas dan mikrofon, dua warga negara asing, Mevlut Coskun, 22 tahun dan Paea-i-Middlemore Tupou, 26 tahun kembali duduk sebagai terdakwa kasus penembakan terhadap warga Australia yang terjadi di sebuah vila kawasan Munggu, Badung.

Di depan mereka, tujuh saksi dihadirkan satu per satu, memberi kesaksian di bawah sumpah tentang malam yang mengubah segalanya.

Saksi pertama, Made Agus, pemilik Vila Casa Santisya 1, berdiri dengan tangan sedikit gemetar. Ia tidak menyaksikan langsung peristiwa berdarah itu, tapi masih ingat jelas suasana setelahnya.

“Saya lihat ambulans datang, yang luka-luka dibawa masuk,” katanya pelan di hadapan hakim.

Menurutnya, dua kamar di vila itu rusak, kaca kamar mandi dan pintu jebol akibat kekerasan. “Yang rusak kamar utara dan selatan,” ujarnya menjawab pertanyaan jaksa. Ia hanya tahu kabar bahwa satu korban meninggal, sementara satu lainnya luka tembak dan dalam kondisi kritis.

Denpasar – Singapura Makin Ramai! TransNusa Buka Rute Baru. Jadwal Penerbangan Kini Semakin Padat!

Setelah Agus, Gede Putu Aldo, penghuni vila di sebelahnya, maju ke depan ruang sidang. Ia menjadi saksi yang paling banyak mengingat detail kejadian. Sekitar tengah malam, katanya, terdengar tiga suara berbeda dari arah vila sebelah, dentuman keras, letusan mirip tembakan, dan teriakan perempuan.

“Saya kira suara mercon, tapi terus berulang. Ada suara perempuan menjerit juga,” tutur Aldo, mengingat malam yang menegangkan itu.

Ketika akhirnya memberanikan diri keluar, ia melihat pintu depan vila pecah, kaca berserakan di lantai, dan seorang perempuan panik di halaman belakangan diketahui bernama Jasmine, istri korban.

“Saya bantu menenangkan dia, juga bantu menerjemahkan waktu polisi datang,” ujarnya.

Namun ada hal lain yang tak bisa ia lupakan. Di tengah kekacauan, terdengar suara seseorang berbicara dengan aksen Australia, “I can’t start my bike.” Suara itu datang dari luar vila, disusul bunyi motor yang gagal dinyalakan. Saat hakim meminta kedua terdakwa memperagakan suara itu, Aldo tanpa ragu menunjuk Tupou.

Pinjam Motor Saat Istri Korban Mandi, Pria Ini Gadaikan Scoopy Rp 4 Juta dan Kabur

“Suaranya mirip yang pertama,” katanya, menatap singkat ke arah terdakwa.

Sidang berlanjut dengan keterangan Fransiska, kasir sebuah toko di Canggu. Ia bercerita bahwa Tupou pernah datang membeli jaket berukuran 4XL bersama seorang warga Indonesia.

“Saya ingat karena ukurannya besar dan dia punya tato di tangan dan kaki,” katanya. Saat diminta hakim memastikan, Tupou diminta berdiri dan menunjukkan tato di tubuhnya. Fransiska menatap beberapa detik lalu berkata singkat, “Benar, itu orangnya.”

Kesaksian berikut datang dari Putu Yuliana, kasir toko bangunan di Pererenan. Ia menyebut ada warga asing membeli palu beberapa hari sebelum kejadian.

“Saya tidak tahu pasti siapa orangnya, saya hanya di kasir dan menerima uang,” ujarnya. Harga palu itu sekitar dua ratus ribu rupiah, menurut catatan transaksi toko.

Curi iPhone untuk Pulang Jenguk Anak Sakit, Pria Ini Ditangkap Setelah Coba Kabur!

Saksi terakhir, Kadek Putra, pengemudi ojek online, menambahkan potongan lain dari peristiwa itu. Ia mengaku sempat mengantar kedua terdakwa ke vila yang sama. Dalam perjalanan, keduanya memperkenalkan diri dengan nama Billy dan Tom.

“Saya pikir mereka mau ke luar negeri, karena sempat bilang mau ke Australia,” ungkapnya. Ia juga sempat masuk ke dalam vila dan melihat jaket ojek online tergantung di kamar. “Saya tidak curiga, karena mereka terlihat seperti tamu biasa.” (An/CB.3)

Bagikan