Budaya
Beranda » Jatiluwih Bercerita: Di Lereng Batukaru, Budaya Menari Bersama Alam

Jatiluwih Bercerita: Di Lereng Batukaru, Budaya Menari Bersama Alam

Pembukaan Festival Jatiluwih 2025.

Tabanan – Di pagi yang masih diselimuti kabut tipis di kaki Gunung Batukau, hamparan sawah berundak di Jatiluwih kembali menjadi panggung bagi harmoni budaya dan alam. Sabtu, 19 Juli 2025, Festival Jatiluwih VI resmi dibuka. Bukan sekadar sebuah perayaan, tetapi sebuah pengingat bahwa desa kecil ini menyimpan cerita besar untuk dunia. Festival ini akan berlangsung selama dua hari.

Festival tahun ini mengusung tema “Growth with Nature”, tumbuh bersama alam. Sebuah filosofi yang terasa begitu melekat di tiap jengkal sawah, tiap aliran air Subak, dan di setiap tarian serta tabuhan lesung yang menggema dari panggung utama hingga sudut-sudut ladang.

“Kita ingin menunjukkan pada dunia, bahwa pertumbuhan bukan soal beton atau gedung tinggi, tapi tentang bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan alam,” ujar Manajer Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih John Ketut Purna Sabtu, (19/7).

Kegiatan metekap yang ditampilkan saat pembukaan Festival Jatiluwih 2025.

Bagi masyarakat Jatiluwih, budaya bukan sekadar tontonan musiman. Ia adalah nafas harian. Maka, saat Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya membuka secara resmi festival ini, atmosfer yang terasa bukan formalitas, tapi perayaan batin.

Dalam sambutannya, Bupati Sanjaya menegaskan pentingnya Jatiluwih sebagai ikon Tabanan Era Baru. “Festival ini adalah wajah dari visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Kita ingin pariwisata yang tidak mencabut akar, tapi justru menyuburkannya,” tegasnya. Di tengah globalisasi, ia berharap Jatiluwih tetap menjadi mercusuar pariwisata berkelanjutan yang tidak kehilangan jati diri.

Pemkab Tabanan Gelar Gerakan Pangan Murah

Subak Jatiluwih, yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia sejak 2012, kini tidak berdiri sendiri. Di penghujung 2024, desa ini juga menyabet tiga penghargaan internasional, menjadikannya salah satu desa wisata paling dihormati di dunia.

Festival kali ini tidak hanya menghadirkan kemegahan visual, tetapi juga keintiman spiritual dan kearifan lokal. Tebuk Lesung, Parade Gebogan, Tum Bungkil Gedebong, hingga Nyuwun Padi semuanya adalah jejak-jejak kultural yang masih hidup dan terus diturunkan.

Namun yang paling menarik, adalah kehadiran anak-anak muda. Mereka tampil dalam fashion show kostum karnaval, mengelola workshop kreatif, dan berjualan produk UMKM. Mereka tidak hanya menjadi penonton warisan budaya mereka adalah pelanjut napasnya.

“Kami ingin agar anak-anak muda tahu, bahwa keren itu bukan cuma soal teknologi, tapi juga soal identitas, soal budaya kita sendiri,” ujar Ny. Rai Wahyuni Sanjaya, Ketua TP PKK Tabanan, yang turut memberikan apresiasi atas keterlibatan generasi muda.

Festival Jatiluwih VI bukan semata agenda pariwisata. Ia adalah panggung pesan, bahwa dari desa kecil di lereng Batukaru, Indonesia masih punya banyak hal untuk diajarkan kepada dunia, tentang hidup yang tidak rakus, tentang tumbuh yang selaras, dan tentang budaya yang tidak lekang oleh zaman.

Pencurian Ban di Parkiran Bandara Ngurah Rai, Dua Pelaku Ditangkap dan Korban Dapat Ganti Rugi

Di akhir hari, saat matahari mulai condong ke barat dan warna keemasan membalut sawah Jatiluwih, satu hal terasa jelas di sini, budaya tidak hanya dikenang, tapi dijalani. Dan itulah yang menjadikannya istimewa. (Ar.CB.1)

Berita Populer

#1

Liburan Usai, 37 Ribu Lebih Turis Tinggalkan Bali

#2

Tahun Ini DTW Tanah Lot Targetkan Pemasukan Hingga Rp 58 Miliar

#3

Tim SAR Gabungan Evakuasi Jenazah Dari Bawah Tebing Uluwatu, Diduga WNA

#4

Sempat Viral, Pelaku Penganiayaan di Denpasar Selatan Ditangkap

#5

Bawaslu Tabanan Apresiasi Jajaran Ad Hoc: Terimakasih Panwascam, PKD Hingga Pengawas TPS

Follow Us

     

Bagikan