Peristiwa
Beranda » Asusila di Kos Denpasar, Mahasiswa Banyuwangi Akhirnya Dibui Sembilan Tahun

Asusila di Kos Denpasar, Mahasiswa Banyuwangi Akhirnya Dibui Sembilan Tahun

Mahasiswa asal Banyuwangi, Alvin Dwiyanto, 20 tahun saat mendengarkan putusan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar atas dakwaan kasus persetubuhan anak di bawah umur. (ist)

Denpasar – Langkah seorang mahasiswa asal Banyuwangi, Alvin Dwiyanto, 20 tahun terhenti di ruang sidang Pengadilan Negeri Denpasar. Ia dijatuhi hukuman 9 tahun penjara karena terbukti menyetubuhi anak di bawah umur yang tak lain adalah kekasihnya sendiri, NPIA, berusia 15 tahun.

Vonis dibacakan Selasa (11/11) sore oleh Ketua Majelis Hakim Theodora Usfunan. Hakim menyatakan Alvin bersalah melakukan bujuk rayu hingga berujung hubungan layaknya suami istri, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta, dan jika tidak sanggup, diganti kurungan empat bulan.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Putu Delia Ayusyara Divayani yang menuntut 12 tahun. Jaksa maupun kuasa hukum terdakwa, Mochammad Lukman Hakim, sama-sama menerima hasil sidang. Dalam pertimbangannya, majelis menilai Alvin telah bertindak di luar batas sebagai orang dewasa yang seharusnya melindungi, bukan memanfaatkan anak. Namun usianya yang masih muda menjadi alasan meringankan.

Hubungan keduanya bermula dari perkenalan di sebuah usaha laundry di Panjer pada Oktober 2024. Dari rekan kerja, keduanya semakin akrab, lalu menjalin hubungan asmara di bulan Desember. Dalam masa pacaran itu, Alvin kerap membantu korban dengan uang sekolah dan jajan. Sikap perhatian itu membuat korban sering datang ke kos Alvin di Jalan Akasia, Denpasar.

Di sanalah hubungan mereka berubah arah. Pada Januari 2025, terjadi hubungan intim pertama, disusul kejadian serupa pada Februari dan Maret. Situasi memuncak ketika korban kabur dari rumah dan menginap seminggu di kos Alvin. Hingga akhirnya, ibu korban bersama pamannya mendatangi kos tersebut pada 24 Maret 2025 dan membawa kasus ini ke polisi.

Koalisi Advokasi Bali untuk Demokrasi Desak Penghentian Proses Hukum dan Pembebasan Massa Aksi

Di persidangan, Alvin mengaku perbuatan itu terjadi karena rasa sayang dan tanpa unsur paksaan. Namun, jaksa menegaskan bahwa cinta bukan pembenaran karena korban jelas masih di bawah umur. Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Karangasem memperkuat fakta itu: korban lahir lima belas tahun lalu.

Visum Nomor VER/154/V/2025/Rumkit menyebut tidak ada tanda kekerasan, tetapi ditemukan robekan lama pada selaput dara akibat penetrasi benda tumpul. Hasil pemeriksaan psikologi dari DP3AP2KB menunjukkan korban memiliki kecerdasan rata-rata, mampu memahami situasi, namun belum cukup matang secara sosial dan emosional.

Kisah yang dimulai dari perasaan remaja berakhir dengan jerat hukum. Dalam ruang sidang, Alvin hanya tertunduk ketika hakim mengetukkan palu, menandai babak baru hidupnya, bukan lagi di ruang kuliah. Melainkan di balik jeruji besi. (An/CB.3)

Bagikan