Buleleng – Tradisi keagamaan umat Hindu di Bali memiliki kekayaan budaya yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi unik yang hingga kini masih dijalankan adalah Magelang-Gelang, sebuah bentuk musyawarah adat yang digelar oleh masyarakat Banjar Adat Bale Agung Tenaon, Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng, setiap rahina purnama di Pura Desa Bale Agung.
Tradisi Magelang-Gelang tak sekadar menjadi forum musyawarah, tetapi juga ritual keagamaan yang sarat makna leluhur. Dalam musyawarah ini, masyarakat Desa Adat Alasangker membahas berbagai hal penting terkait kehidupan desa adat, seperti penyelenggaraan upacara, awig-awig (peraturan adat), anggaran pendapatan dan belanja desa, serta rencana pembangunan.
Menurut tokoh adat setempat, I Nyoman Arnawa, yang turut serta dalam pelaksanaan tradisi ini, Magelang-Gelang merupakan warisan budaya yang memperkuat semangat kebersamaan dan gotong royong. “Tradisi ini tidak hanya bicara soal keputusan administratif desa, tetapi juga menyatukan seluruh warga dalam satu ikatan spiritual dan sosial. Semua dilakukan di Pura Desa, dalam suasana sakral dan penuh rasa syukur,” jelasnya pada 23 Januari 2025.
Keunikan tradisi ini terletak pada lokasinya yang berlangsung langsung di areal pura, berbeda dengan musyawarah desa adat pada umumnya yang biasanya digelar di balai pertemuan atau kantor desa tanpa unsur ritual. Peserta musyawarah pun diwajibkan mengenakan pakaian adat Bali, menunjukkan penghormatan terhadap tempat suci dan prosesi yang dijalankan.
Setelah musyawarah selesai dan mencapai kesepakatan, keesokan harinya warga melaksanakan syukuran melalui kegiatan ngebat, yakni memasak bersama dalam jumlah besar. Salah satu ciri khas dari perayaan ini adalah pemotongan babi yang diolah menjadi aneka hidangan tradisional Bali seperti lawar, komoh, gecok, jeruk, dan jukut ares, lalu dinikmati bersama dalam prosesi magebung.
I Nyoman Arnawa menegaskan pentingnya melestarikan tradisi ini. “Kami percaya, keputusan-keputusan penting dalam kehidupan desa adat harus lahir dari kebersamaan. Tradisi ini menjaga keharmonisan, memperkuat identitas budaya, dan menjadi sarana spiritual sekaligus sosial bagi warga Alasangker,” ujarnya.
Dengan nuansa spiritual yang kuat dan sistem sosial yang terjaga, Magelang-Gelang menjadi bukti bahwa kearifan lokal Bali terus hidup dan relevan dalam dinamika masyarakat modern. (*)
Penulis: Putu Erina Sukadari, Mahasiswa STAHN Mpu Kuturan Singaraja.