Tabanan – Tokoh pemberdayaan perempuan di Tabanan membagikan kisah dan pengalaman mereka dalam menggerakkan komunitas khususnya kaum perempuan untuk berani mengaktualisasikan diri tanpa meninggalkan peran mereka sebagai istri dan ibu.
Salah satu pembahasan yakni kekhawatiran generasi muda terhadap fenomena pergeseran nilai seperti munculnya konsep ‘childfree’ yang menunjukkan kegelisahan generasi muda dalam menghadapi realitas sosial saat ini.
Pendamping Kelompok Wanita Tani dan TPS3R serta relawan SAPA di Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan Gracia Andriana, menjelaskan dirinya ingin mengajak dan membangun cara pandang kepada istri sekaligus ibu yang lebih positif.
“Kita coba membangun cara pandang yang lebih positif. Mereka masih anak-anak, masih banyak yang bisa mereka pelajari dan alami,” ujar Gracia pada Minggu (20/4).

Pendamping Kelompok Wanita Tani dan TPS3R serta relawan SAPA di Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan Gracia Andriana. (ist)
Menurut Gracia, Anak-anak perlu didasarkan bahwa keputusan seperti ‘childfree’ bukan karena membenci anak-anak, tetapi karena pertimbangan kedewasaan dan kesiapan menjadi orang tua.
Ia menyebut, banyak kasus saat ini menunjukkan anak-anak tidak tumbuh optimal karena peran orang tuanya yang belum siap, baik secara mental maupun emosional.
Di Tabanan ada dua desa yang dijadikan percontohan dalam program Rencana Perlindungan dan Pemberdayaan Anak (RPPA). Dirinya bahkan menjadi relawan dalam menangani isu perempuan dan anak untuk bisa memecah permasalahan yang ada.
“Masalah perempuan dan anak di desa itu seperti fenomena gunung es. Banyak yang tidak dilaporkan karena takut, malu atau ingin menjaga nama baik keluarga,” jelasnya.
Namun seiring dengan banyaknya pelatihan dan perlindungan anak yang mereka terima, ia dan beberapa penggerak lainnya mulai membangkitkan kesadaran masyarakat untuk berani bicara dan melaporkan.
Terlebih lagi tantangan zaman seperti kekerasan seksual berbasis elektronik semakin mengintai dan menuntut respons yang lebih cepat dan efektif. Sehingga perlu edukasi dan sosialisasi dengan pendekatan yang tepat kembali.
“Kalau cuman bagi-bagi flyer lalu selesai, itu enggak efektif. Tapi kalau kita bawa cerita nyata yang sudah terjadi, baru bisa menyentuh kesadaran. Tapi tanpa menyebut identitas,” ungkapnya.
Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak bahkan ada di dua Desa di Tabanan, salah satunya dengan menerapkan program Bupati Tabanan Semara Ratih yang mendampingi pasangan muda yang ingin menikah.
Ini menjadikan langkah konkret bagaimana desa bisa berkontribusi membangun keluarga yang kuat sejak dini. Keterwakilan perempuan secara hukum memang sudah, tapi masih banyak tantangan yang harus dilalui. Mulai dari budaya, hingga kurangnya kepercayaan diri perempuan di desa.
Gracia menyebut, ada tantangan dalam merubah pola pikir yang lebih baik. “Dulu diajak kumpul aja susah. Tapi saya pelajari, saya ajarkan cara manajemen waktu, cara berpikir yang enggak ruwet dan akhirnya mereka mulai mau bergerak,” imbuhnya.
Diskusi yang berlangsung di Galerry Labyrinth Nuanu, Desa Beraban, Kecamatan Kediri menjelang Hari Kartini tidak hanya memberikan materi ke anak dan ibu, berbagai kegiatan juga dilakukan di sana seperti pertunjukan karya seni imajiner, seni budaya (tari dan gamelan) hingga pertunjukan cinema 3D. (An/CB.3)