Denpasar – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali menegaskan langkah tegas dalam menindaklanjuti viralnya pemberitaan mengenai bangunan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Penelokan, Kintamani, Bangli. Setelah serangkaian klarifikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak, BKSDA Bali memastikan akan melakukan pembongkaran bangunan yang terlanjur berdiri di kawasan konservasi tersebut.
Dalam keterangan persnya, Kepala Balai KSDA Bali Ratna Hendratmoko menyampaikan langkah pembongkaran diambil sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen lembaganya dalam menjaga kelestarian fungsi ekologis kawasan konservasi.
“Kami memahami dinamika dan keprihatinan masyarakat atas kejadian ini. Sebagai bentuk tanggung jawab, kami akan segera melakukan pembongkaran bangunan di TWA Penelokan serta memulihkan kembali ekosistem di kawasan tersebut,” ujarnya di Denpasar, Rabu (15/10).
Bangunan yang dimaksud diketahui berdiri di ruang publik dalam blok pemanfaatan TWA Penelokan, dibangun oleh I Ketut Oka Sari Merta, warga Desa Batur Tengah, yang merupakan pemegang Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA) dengan sertifikat standar yang diterbitkan pada 7 Oktober 2024. Pembangunan dilakukan sebagai bagian dari rencana penyediaan fasilitas kuliner di kawasan wisata alam.
Namun, BKSDA Bali mengakui terdapat keterlambatan pemenuhan aspek administrasi, terutama terkait dukungan dan persetujuan masyarakat sekitar.
Menindaklanjuti hal itu, BKSDA Bali melakukan serangkaian langkah kolaboratif sejak 13 hingga 15 Oktober 2025, termasuk klarifikasi kepada pihak pemilik izin, pertemuan dengan desa adat Kedisan, konsultasi dengan Bupati Bangli, serta pelaksanaan Upacara Guru Piduka di Pura Pucak Pelisan dan lokasi pembangunan sebagai bentuk permohonan maaf spiritual atas kekeliruan yang terjadi.
Selain itu, BKSDA Bali juga menerima arahan strategis dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali terkait penyelesaian kasus dan penguatan tata kelola konservasi di masa mendatang.
“Kami memohon maaf atas kejadian ini dan berkomitmen untuk berbenah. Ke depan, setiap bentuk pemanfaatan kawasan konservasi akan dilakukan secara transparan, partisipatif, dan tetap berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat,” tambah Ratna.
Langkah pembongkaran tersebut akan diikuti dengan pemulihan vegetasi dan penataan kembali kawasan konservasi. BKSDA Bali juga akan mendorong kajian sosial partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat serta pemangku kepentingan setempat untuk memperkuat nilai-nilai kearifan lokal dan prinsip konservasi berkeadilan.
Ratna Hendratmoko menegaskan, ke depan BKSDA Bali akan lebih berhati-hati dalam memberikan persetujuan kegiatan di kawasan konservasi.
“Kami ingin memastikan seluruh kegiatan wisata alam di kawasan konservasi berjalan sesuai prinsip hukum, keberlanjutan, dan kemitraan yang sehat antara pemerintah dan masyarakat,” tutupnya. (An/CB.3)