Tabanan – DPRD Kabupaten Tabanan mencatat sejumlah pelanggaran tata ruang saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kawasan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Rabu (6/8). Sidak ini dilakukan oleh komisi gabungan di DPRD Tabanan.
Dari hasil pengecekan, ditemukan beberapa bangunan berdiri di atas sempadan jalan dan sejumlah pelanggaran lainnya di luar 13 bangunan usaha yang sebelumnya telah mendapat dua kali Surat Peringatan (SP) dari pemerintah daerah.
“Kami menemukan ada beberapa bangunan yang melanggar sepadan jalan. Ini di luar dari 13 bangunan yang sebelumnya sudah diperingatkan,” ujar Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Gusti Nyoman Omardani.
Ia menambahkan, pelanggaran-pelanggaran ini akan menjadi perhatian serius dan akan ditindaklanjuti dengan teguran bertahap untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Tabanan I Made Asta Dharma menyatakan, sidak ini merupakan respons atas maraknya pemberitaan terkait pelanggaran pembangunan di kawasan Jatiluwih. Ia mengungkapkan bahwa UNESCO telah mengirimkan peringatan terkait kondisi tersebut, dan jika tidak segera ditangani, status Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) bisa terancam dicabut.
“Jika pelanggaran ini tidak segera dikendalikan, dampaknya bisa sangat serius, yakni pencabutan status Jatiluwih sebagai warisan dunia,” tegasnya.
Selain pelanggaran bangunan di sempadan jalan, tim DPRD juga menemukan adanya pengurukan lahan sawah di dekat Kantor Manajemen DTW Jatiluwih yang diduga akan dibangun fasilitas baru. Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tabanan Tahun 2023 hingga 2043.
Asta Dharma menegaskan bahwa seluruh pihak harus patuh pada regulasi yang ada dan DPRD akan segera menggelar rapat kerja lintas komisi bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk menyusun rekomendasi dan solusi, terutama terhadap bangunan yang telah terlanjur berdiri. Ia juga menyoroti bahwa mayoritas pelaku usaha merupakan warga lokal, sehingga penyelesaian harus mengedepankan pendekatan yang adil dan berkelanjutan.
Adapun 13 usaha yang sebelumnya teridentifikasi melakukan pelanggaran antara lain Villa Yeh Baat, The Rustic/Sunari Bali, Warung Manalagi, CataVaca Jatiluwih, Warung Wayan, Giri e-Bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Warung Mentig Sari, Anantaloka, Warung Krisna D’Uma Jatiluwih, Warung Nyoman Tengox, Agrowisata Anggur, dan Green Bikes Bali Jatiluwih.
Sementara itu, Perbekel Desa Jatiluwih I Nengah Kartika menegaskan, tidak semua bangunan bermasalah berada di wilayahnya. Beberapa di antaranya, kata dia, justru berada di wilayah desa tetangga seperti Desa Senganan. Ia menyebut sebagian besar bangunan telah berdiri sebelum Jatiluwih ditetapkan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia maupun sebelum Perda RTRW diberlakukan.
“Kami di desa berkomitmen tidak merusak rumah kami sendiri. Ini adalah ikon Tabanan. Pariwisata di sini adalah bonus dari keberlanjutan pertanian,” kata Kartika.
Ia juga menekankan bahwa para pemilik usaha merupakan investor lokal yang layak mendapatkan manfaat dari pariwisata, selama tetap mematuhi aturan yang berlaku.
Terkait pembangunan restoran baru di atas sempadan jalan, Kartika menyatakan pihak desa masih menelusuri status perizinannya yang disebut-sebut telah lengkap. (Pan/CB.2)